batambisnis.com – Pada 2025, Indonesia melakukan langkah besar dengan pengesahan UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang mengalihkan pengelolaan dividen dari BUMN ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Akibatnya, sejak Maret 2025, dividen BUMN tidak lagi masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui pos kekayaan negara dipisahkan (KND).
Dampak ke Fiskal: Hilangnya Lumbung PNBP Penting
Penurunan Capaian PNBP
- Pada kuartal I 2025, realisasi PNBP hanya mencapai Rp115,9 triliun, turun drastis dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
- Pos KND, yang merupakan kontribusi dividen BUMN, menyusut hingga hanya Rp10,9 triliun, atau sekitar 12,1% dari target Rp90 triliun.
- Proyeksi semester II juga tidak optimis; total PNBP tahun 2025 diperkirakan hanya mencapai Rp477,2 triliun, atau sekitar 92,9% dari target Rp513,6 triliun. Khusus KND, realisasi hanya Rp11,8 triliun—hanya 13% dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah kehilangan potensi PNBP hingga Rp80 triliun dari dividen BUMN, yang jika ditambah dampak perubahan tarif PPN, total penerimaan bisa terdampak hingga Rp150 triliun.
Kawasan Kritik dan Kekhawatiran
Para ekonom mengingatkan bahwa efek pengurangan dividen BUMN semakin mempertegas beban fiskal Indonesia. Defisit APBN per Februari 2025 mencapai Rp31,2 triliun, meskipun masih dalam batas target, ini menjadi sinyal bahwa tekanan fiskal sudah mulai terasa sejak awal tahun.
Menjawab Tantangan: Alternatif dan Strategi Reformasi
Langkah-langkah Kemenkeu
Pemerintah melalui Kemenkeu menyiapkan sejumlah strategi untuk menambal hilangnya penerimaan dividen:
Tata kelola PNBP sektor SDA: Menyelaraskan tarif sumber daya, memperbaharui sistem informasi mineral dan batu bara (SIMBARA), dan mereplikasi ke sektor perikanan dan kehutanan.
Insentif PNBP terarah: Kebijakan tarif 0% untuk hilirisasi batu bara, harga gas bumi tertentu untuk mendorong investasi pengguna, dan harmonisasi tarif untuk produk hilir terintegrasi.
Perbaikan layanan dan sistem: Pengembangan SIMPONI v2 untuk akuntabilitas dan inovasi layanan, serta intervensi ABS (Automatic Blocking System) untuk menagih piutang yang menunggak.
Usulan Reformasi Fiskal dari Berbagai Pihak
Ekonom dari INDEF serta akademisi mengingatkan perlunya tanggapan serius melalui reformasi fiskal. Berikut beberapa poin penting:
- Peneliti INDEF, Ariyo Irhamna, menyoroti bahwa hilangnya dividen menambah tekanan fiskal di tengah defisit dan beban utang berat. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak menambal kekurangan dengan utang baru, mengingat ruang fiskal yang terbatas.
- Wahyu Jatmiko dari University of Southampton mendesak adanya mekanisme alokasi keuntungan Danantara yang jelas, seperti model Norway GPFG, di mana sebagian hasil dari sovereign wealth fund secara rutin disetor ke kas negara.
- Paramadina & Celios mendorong pemerintah mempertimbangkan penyusunan APBN Perubahan, mengingat target penerimaan dan postur anggaran saat ini sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi riil.
Krisis atau Reformasi?
Krisis: Reaksi Natural dari Kejutan Fiskal
- Krisis dimulai saat blok paling signifikan dari PNBP (dividen BUMN) tiba-tiba berpindah ke lembaga lain, tanpa mekanisme transisi pendapatan maupun alokasi yang jelas.
- Defisit fiskal meningkat, sementara penerimaan pajak dan PNBP sulit mengejar, di tengah hambatan implementasi sistem pajak elektronik (Coretax).
- Rating pasar keuangan turun, menyebabkan biaya utang meningkat, sejauh reaksi semacam itu disebut sebagai krisis kepercayaan oleh pakar ekonomi.
Reformasi: Momentum Struktural bagi Fiskal Masa Depan
- Pembentukan Danantara mengindikasikan upaya membangun sovereign wealth fund ala global, yang bila berhasil, akan menjadi instrumen strategis bagi stabilitas fiskal dan investasi negara.
- Penguatan tata kelola PNBP, insentif sektor SDA, dan digitalisasi sistem fiskal (SIMPONI v2) berpotensi memperbaiki efisiensi, transparansi, dan penerimaan jangka panjang.
- Jika pemerintah menerapkan mekanisme pembagian hasil Danantara yang adil dan rutin ke APBN, ini bisa menjadi aliran pendapatan baru yang sustainable.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan analisis di atas, berikut beberapa rekomendasi penting:
Atur mekanisme aliran kembali hasil Danantara—seperti sovereign wealth fund global—agar saldo APBN tetap terisi dari keuntungan investasi jangka panjang.
Susun APBN Perubahan pada semester I/II 2025, memperbarui target penerimaan dan belanja sesuai kondisi fiskal yang sesungguhnya.
Optimalkan PNBP non-KND melalui reformasi tarif, transparansi, serta digitalisasi layanan seperti SIMPONI v2.
Audit dan evaluasi sistem pajak otomatis (Coretax) agar hambatan teknis tidak menjadi penghalang penerimaan pajak negara.
Pantau dan komunikasikan proyeksi fiskal secara berkala untuk menjaga kepercayaan pasar dan memitigasi risiko penurunan rating.
Reflektif
Langkah mengalihkan dividen BUMN ke Danantara pada 2025 adalah sinyal ambisi reformasi fiskal dan tata kelola, namun di satu sisi juga merupakan pemicu krisis fiskal sementara akibat hilangnya lumbung PNBP besar. Tantangan utama kini terletak pada bagaimana pemerintah mampu menjembataninya melalui kebijakan adaptif, reformasi struktural, dan implementasi yang transparan.








